Telur rangrang bisa menetaskan uang. Buktinya, pembudidaya semut rangrang penghasil kroto meraup untung menggiurkan. Harganya stabil, bahkan kadang melonjak. Permintaan dari para pehobi burung dan pemancing pun tak pernah sepi.
Di musim hujan seperti sekarang, kroto
atau telur semut api menjadi sangat berharga. Telur semut rangrang
(Oecophylla smaragdina) itu dicari para pemilik burung. Lantaran pasokan
kroto dari alam berkurang, budidaya semut penghasil kroto cukup
menjanjikan.
Sudah jadi siklus tahunan, setiap tiba musim hujan, kroto menjadi barang langka. Di Surakarta, kelangkaan itu membuat harga kroto melejit hingga mencapai Rp 60.000 per kilogram (kg). Di Bandung, kroto dihargai Rp 80.000 per kg. Bahkan, di Jakarta, harganya lebih gila lagi. Di musim kemarau, harga kroto Rp 120.000 per kg, sementara saat musim hujan bisa Rp 150.000 per kg.
Biasanya, para penjual di pasar burung
mendapatkan pasokan kroto dari para pengepul yang membeli dari para
pemburu kroto di alam seharga Rp 50.000 per kg. Di kota besar seperti
Jakarta, harga jual pemburu ke pengepul bisa mencapai Rp 70.000 per kg.
Shadole Arihita Kaban, pebisnis sekaligus pengelola balai pembibitan Raja Kroto di Buah Batu, Bandung, bilang, prospek bisnis kroto cukup menggiurkan.
Selain harganya stabil dan bagus, permintaannya cukup tinggi. “Di Buah
Batu yang tergolong pinggiran Bandung, permintaan bisa sampai 180 kg per
hari. Di Solo (Surakarta), permintaan rata-rata bisa mencapai 400 kg per hari,” ujar pria yang akrab dipanggil Ole ini.
Masalahnya, persediaan kroto di alam
semakin menyusut lantaran pemburu kroto semakin bertambah banyak.
Alhasil, beberapa orang mulai membudidayakan untuk mendapatkan pasokan
kroto. Ole dan rekannya, Ervan Syarif, misalnya, memulai usaha ini sejak
pertengahan tahun 2010 silam dengan bendera Raja Kroto.
Penangkaran Kroto
Penangkaran Kroto
Suwandi Laksana, pebisnis kroto di Wates, Kulonprogo, Yogyakarta,
bercerita, tak butuh lahan luas untuk budidaya rangrang. Menurutnya,
lahan seluas satu meter persegi yang dilengkapi rak-rak bisa menampung
300 sarang hingga 500 sarang. Setiap sarang bisa menghasilkan setengah
hingga satu ons kroto. Artinya, 100 sarang bisa menghasilkan 5 kg kroto.
Wawan, begitu nama panggilan Suwandi,
menjual kroto ke pengepul seharga Rp 50.000 kg. Saat ini, tiap hari, ia
bisa memanen hingga 15 kg. Artinya, omzet usaha Wawan bisa mencapai Rp
750.000 per hari alias Rp 22,5 juta per bulan.
Menurut Wawan, pada dasarnya,
penangkaran semut rangrang terbagi dalam tiga bagian, yakni pembibitan,
budidaya, dan pemanenan. Di tahap pembibitan, Wawan mencari koloni
rangrang di alam. Lantas, semut-semut itu ditempatkan ke dalam wadah
transparan.
Penangkaran dilakukan dengan membuat
sarang rangrang pada media tertentu. Biasanya, media bisa berupa stoples
transparan, bambu, atau pralon. Tapi, harap di catat, jika menggunakan
bambu atau pralon, kita akan agak kesulitan saat memasukkan dan memanen
semut. Selain itu, semut-semut yang mati juga tidak terpantau.
Yang paling mudah adalah menggunakan stoples atau wadah transparan lainnya. Wawan memanen kroto
setiap hari dengan cara menumpahkan sarang ke atas saringan khusus.
Hasilnya, “Kroto yang kita panen bersih dari semut. Pembeli yang ada di
pasar burung pun senang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar